![]() |
Foto: Ilustrasi |
TULUNGAGUNG | Cyberpolri.id - Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sejumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan publik. Berbagai pihak mengkritisi praktik pengelolaan dana tersebut yang dinilai rawan penyimpangan, mulai dari penggunaan yang tidak tepat sasaran hingga dugaan kolusi dalam pengadaan barang dan jasa.
Hal ini disampaikan oleh Pho Iwan Salomo, S.H., di Kantor Pos Bantuan Hukum (Posbakum), yang menyoroti lemahnya pengawasan dan potensi penyalahgunaan anggaran BOS di tingkat sekolah.
Mengacu pada Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS, serta Permendagri Nomor 24 Tahun 2020, kepala sekolah ditetapkan sebagai penanggung jawab utama atas pengelolaan dana BOS. Dalam pelaksanaannya, kepala sekolah dibantu oleh bendahara dan Tim Manajemen BOS yang terdiri dari guru, tenaga kependidikan, serta unsur komite sekolah.
Penggunaan dana BOS harus sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang telah disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Namun, berdasarkan temuan di lapangan, diduga kuat terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya, seperti penggunaan dana di luar rencana serta kerja sama tertutup dengan rekanan penyedia barang dan jasa.
Jika terbukti menyalahgunakan wewenang, kepala sekolah — termasuk Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Kabupaten Tulungagung — maupun pihak terkait dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pencopotan jabatan.
Lebih lanjut, apabila tindakan tersebut merugikan keuangan negara, pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, pelaku penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara dapat dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Bila terbukti terjadi praktik kolusi dan gratifikasi dalam pengadaan dana BOS, maka pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor dan Pasal 55 KUHP, termasuk pihak rekanan, bendahara, komite sekolah, bahkan pejabat di UPT Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Masyarakat Peduli Pendidikan dan lembaga pengawasan antikorupsi mendorong dilakukannya pengawasan yang lebih ketat serta peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana BOS. Mereka juga mendesak agar seluruh kepala sekolah, baik negeri maupun swasta, menjadikan isu ini sebagai refleksi untuk memperbaiki integritas pengelolaan pendidikan.
Media dan insan pers diimbau turut mengawal penggunaan anggaran pendidikan agar benar-benar digunakan untuk peningkatan mutu pembelajaran, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Bila tidak, sanksi tegas berupa pencopotan jabatan dapat dikenakan.
(Tim Investigasi)