Kasat Intel Polres Demak Diduga Antikritik dan Alergi Transparansi, Aktivis Dilaporkan ke Polisi Gegara Status WhatsApp


DEMAK| Cyberpolri.id Sikap arogan dan represif kembali dipertontonkan aparat penegak hukum. Kasat Intel Polres Demak, diduga menunjukkan wajah asli institusi yang belum siap dikritik, dengan melaporkan seorang aktivis sosial sekaligus CEO media online Hukum dan Kriminal, Eko, ke Polres Demak atas dugaan pencemaran nama baik. Padahal, konten yang dipermasalahkan hanyalah status WhatsApp pribadi yang bersifat terbatas dan tidak bersifat publik.

Langkah konyol ini bukan hanya dianggap mencederai semangat reformasi Polri, tapi juga mempermalukan institusi yang sedang berusaha bangkit membangun kepercayaan publik. Alih-alih memberi ruang dialog, Kasat Intel justru menempuh jalur hukum demi membungkam kritik.

"Saya sangat heran, bagaimana mungkin status WhatsApp yang hanya bisa dibaca segelintir orang—dan Kasat Intel tidak ada di kontak saya—bisa dijadikan dasar laporan pidana? Ini bukan pencemaran nama baik, ini bentuk ketakutan terhadap suara rakyat," ujar Eko, Senin (3/6).

Lebih lanjut, Eko menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan bukan serangan pribadi, tetapi kritik terhadap jabatan publik yang dijalankan oknum tertentu di tubuh Polri. Kritik tersebut adalah bagian dari kontrol sosial yang dijamin undang-undang.

 "Kalau jabatan publik tidak bisa dikritik, lalu untuk apa reformasi? Untuk apa demokrasi? Saya wartawan dan aktivis, bukan penjahat. Ini cara berpikir feodal yang harus dihentikan," tegas Eko dengan nada geram.

Bertentangan dengan Arahan Kapolri, Kasat Intel Diduga Bertindak Semena-mena

Sikap reaktif dan antikritik dari Kasat Intel ini jelas membangkang arahan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si, yang menegaskan bahwa masyarakat kritis adalah mitra dan sahabat Polri. Sayangnya, semangat itu seperti tak berlaku di Polres Demak.

Lebih parah, tindakan tersebut bertentangan secara hukum dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXI/2024, yang menyatakan bahwa delik pencemaran nama baik tidak bisa diterapkan terhadap jabatan, institusi, profesi, atau lembaga.

 "Apa yang dilakukan Kasat Intel ini memalukan. Ia seolah menjadikan hukum sebagai alat pembalasan pribadi, bukan alat keadilan. Padahal Mahkamah Konstitusi sudah tegas: jabatan publik tidak bisa dikriminalisasi lewat pasal pencemaran nama baik," ujar seorang pakar hukum dari Semarang yang enggan disebut namanya.

Masyarakat Mengecam: Polri Jangan Jadi Alat Kekuasaan

Di tengah upaya Polri membangun wajah humanis, kasus ini justru jadi tamparan keras. Warga Demak bereaksi keras terhadap tindakan yang dinilai otoriter dan mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan.

 "Ini bentuk kesewenang-wenangan. Seharusnya jadi pelindung, bukan pelapor rakyat yang kritis. Kasat Intel seperti ini justru bikin citra polisi makin jatuh," kata R, warga Kecamatan Mranggen, Selasa (3/6).

Mereka menyebut bahwa tindakan seperti ini bisa menjadi preseden buruk dan mendorong publik menjauh dari institusi yang seharusnya mereka percayai.

Polres Demak Bungkam, Diduga Lindungi Oknum Internal

Sampai berita ini diterbitkan, Polres Demak dan Kasat Intel yang bersangkutan memilih bungkam. Tidak ada klarifikasi atau permintaan maaf, bahkan tidak ada upaya menjelaskan dasar pelaporan yang dianggap publik sebagai reaksi emosional yang mempermalukan institusi.

Kebisuan ini menguatkan dugaan publik bahwa laporan tersebut bukan demi hukum, melainkan demi ego. Dan jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan terus terkikis.

Catatan Kritis: Polri Harus Tegas Terhadap Oknum Internal

Kasus ini menjadi bukti nyata masih adanya oknum Polri yang gagal memahami semangat reformasi dan transparansi. Kapolri diminta turun tangan mengevaluasi Kasat Intel Demak, karena apa yang dilakukan bukan hanya mencoreng nama institusi, tapi juga mengancam fondasi demokrasi dan kebebasan berpendapat.


Tim

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama
SPONSOR