MADIUN | Cyberpolri.id - Sejarah Geologis dan Asal Nama Gunung Wilis termasuk gunung api tipe B yang telah lama tidak meletus pada zaman modern.
Berdasarkan catatan sebelum abad ke-17 setidaknya ada empat titik letusan di kompleks Wilis (Wilis Tua, Ngargakalangan, Wilis Muda, Watubangil). Artinya aktivitas vulkanik terakhir terjadi sebelum tahun 1600 M, yang didominasi hutan lebat.
Lereng Gunung Wilis Madiun sejak zaman kuno menjadi tempat sakral dan pusat peradaban.Senin (9/6/2025)
Ahli sejarah Kediri mengungkap bahwa pada masa Kerajaan Kediri lereng timur Wilis digunakan untuk upacara pemujaan dan pertapaan. Dalam karya klasik Majapahit Tantu Panggelaran,
Wilis disebut sebagai salah satu “gunung suci” hasil tusukan Gunung Mahameru guna menancapkan Pulau Jawa.
Di sekitar kaki Wilis juga pernah berdiri kerajaan-kerajaan kecil sebelum era Majapahit: misalnya Kerajaan Gegelang /gelang-gelang di barat Wilis (sekitar Dolopo-Ketawang-Doho Kabupaten Madiun ) dan Kerajaan Wengker di selatan (Kabupaten Ponorogo).
Pada masa perjuangan kemerdekaan, Tentara Nasional Indonesia (Jenderal Sudirman) bahkan melewati lereng Wilis menjelang Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Yogyakarta. Dengan demikian, Wilis menjadi saksi berbagai era sejarah lokal – dari kerajaan-kerajaan Hindu-Jawa hingga era kolonial dan Kemerdekaan NKRI.
Legenda dan Mitos
Gunung Wilis kaya legenda. Dalam mitologi Jawa kuno (Tantu Panggelaran) diceritakan bahwa dewata menancapkan puncak Gunung Mahameru ke Jawa, sehingga terbentuk gunung-gunung suci termasuk Lawu, Wilis, Kelud, dan Semeru. Panggelaran juga menyebut Gunung Pawinihan /wiwitan Kang den Tulis (Wilis) sebagai tempat penciptaan manusia kedua oleh Batara Wisnu dan Ki Semar
Selain mitos penciptaan, masyarakat modern menyebut Wilis angker. Ada kepercayaan tentang ular raksasa dan Harimau yang berkeliaran di lereng Wilis, dipercaya sebagai penunggu gunung.
Konon di Telaga Ngebel (kaki Wilis di Ponorogo) juga berdiam Naga bertuah yang dapat menimbulkan ombak besar. Legenda lain menyebut bahwa puncak Wilis dijaga oleh sosok Putri dari Kerajaan Mataram yang hanya bisa dilihat orang bertuah. Bahkan berkembang pula kisah tentang kerajaan gaib di puncak Wilis, yang dipimpin makhluk supranatural. Semua cerita mistis ini mewarnai budaya lokal dan menambah aura magis Ritual doa Gunung Wilis.
"Bismillahirrohmanirrohim.
Niat ingsun Sugeh
Soko receh dadi akeh
Soko sak lembar dadi limang Milyard
Sing wes Nglumpuk ojo Kejupuk Sing durung Ono Ndang Teko ' o .
Sugeh..Sugeh....
Sugeh"...
Lahaula Walaquwata iLLa Billahil 'aliyil 'adziim.
Praktik Budaya tradisi pada Malam Suro Beragam upacara ini mencerminkan kearifan lokal lereng Wilis yang mengikat masyarakat melalui pelestarian nilai-nilai warisan leluhur.
Pengaruh Sosial dan Ekonomi
Gunung Wilis mempengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial di sekitarnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mendorong kerja sama antar kabupaten (Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Nganjuk, Kediri, Madiun) untuk mengelola potensi wisata dan pertanian di wilayah pegunungan ini. Diharapkan pengelolaan terpadu dapat menaikkan kesejahteraan warga lereng Wilis dan mengurangi ketimpangan antardaerah. Wisata alam (air terjun Sedudo, Telaga Ngebel, trecking puluhan puncak Wilis) menjadi sumber pendapatan baru. Wilis bahkan dijuluki “Gunung Air Suci ” karena berpuluh air terjun yang menarik pendaki dan wisatawan.
Di bidang pertanian, pengembangan peternakan kambing di desa-desa sekitar Wilis (misalnya di Desa Kare, Madiun) menjadi contoh harmonisasi ekonomi-konservasi: warga usaha ternak kambing manfaat pupuk organik dan pendapatan tanpa merusak hutan.
Dengan demikian, Gunung Wilis tidak hanya simbol sejarah Legenda Misteri Gudang Harta Karun dan budaya lokal, tetapi juga tumpuan penghidupan masyarakat setempat melalui pariwisata, pertanian, dan ritual-ritual tradisionalnya.
(Nang)