Waspadai Gratifikasi Jabatan dalam SOTK Pemalang, Praktisi Hukum Imam Subiyanto: "Jika Dibiarkan, Sistem Birokrasi Akan Ambruk"


PEMALANG | Cyberpolri.id Proses pengisian jabatan struktural dalam penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Kabupaten Pemalang kembali menjadi sorotan tajam. Isu dugaan jual beli jabatan mencuat, memunculkan kekhawatiran akan praktik gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi mencederai prinsip meritokrasi dalam birokrasi.

Praktisi hukum sekaligus akademisi asal Jawa Tengah, Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, menanggapi serius fenomena tersebut. Ia mengingatkan bahwa praktik pemberian imbalan, baik berupa uang, fasilitas, maupun titipan politik demi mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan, merupakan bentuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

 “Kalau jabatan diperjualbelikan, maka runtuh sudah sistem merit yang menjadi dasar birokrasi profesional. Itu bukan sekadar pelanggaran etika, tapi masuk ranah pidana karena mengandung unsur gratifikasi,” tegas Imam, saat diwawancarai media, Rabu (19/6).

Imam menjelaskan, berdasarkan Pasal 12B UU Tipikor, setiap pemberian yang diterima pejabat dan berkaitan dengan jabatannya wajib dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari. Jika tidak, maka pemberian itu otomatis dikategorikan sebagai suap.

 “Gratifikasi bukan hanya uang tunai. Fasilitas, promosi, bahkan mutasi dengan imbalan juga termasuk. Praktik semacam ini biasanya terselubung, tapi tetap bisa diungkap jika ada keberanian melapor,” jelasnya.

Sumber internal di Pemkab Pemalang menyebut, sejumlah jabatan strategis diduga "dilelang" secara diam-diam oleh oknum perantara dengan nilai antara Rp25 juta hingga Rp100 juta, tergantung posisi yang dituju. Ironisnya, beberapa ASN mengaku mendapat tekanan untuk menyetor uang meski memiliki rekam jejak dan kinerja baik.

 “Ini bukan lagi soal pembinaan karier, tapi soal siapa yang mampu bayar. Praktik ini sangat merusak dan harus segera dihentikan,” lanjut Imam.

Imam pun menyerukan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman, serta aparat penegak hukum lainnya segera turun tangan menindaklanjuti dugaan ini. Ia juga mendorong ASN yang merasa menjadi korban pemerasan jabatan untuk berani melapor.

 “Melindungi integritas birokrasi adalah tanggung jawab semua pihak. Jangan diam. Laporkan ke KPK melalui kanal resmi Whistleblower System. Keberanian Anda adalah titik awal perubahan,” serunya.

Sebagai langkah preventif, Imam mengusulkan beberapa strategi untuk mencegah praktik gratifikasi terus berulang, antara lain:

Audit independen terhadap seluruh proses promosi dan mutasi pasca-penetapan SOTK.

Kewajiban pelaporan gratifikasi oleh pejabat, baik yang sedang menjabat maupun yang baru dilantik.

Peningkatan peran pengawasan oleh DPRD dan Inspektorat Daerah.

Transparansi publik melalui pengumuman terbuka hasil seleksi dan pertimbangan pengangkatan pejabat.

 “Kalau dibiarkan, Pemalang akan jatuh ke jurang birokrasi transaksional. Saatnya semua pihak bersuara dan bertindak, sebelum sistem benar-benar hancur karena keserakahan,” pungkas Imam.

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama
SPONSOR